Kamis, 31 Januari 2008

Tahun Hijriah

KAMIS ini (31/1) bertepatan dengan 22 Muharam 1429 H. Ya, kita sudah 22 hari berada di bulan Muharam. Tanggal 1 Muharam merupakan Tahun Baru Islam yang biasa disebut tahun Hijriah atau Qamariyah. Penetapan tahun Islam ini dilakukan pada zaman pemerintahan ’Umar ibn al-Khaththab, khalifah kedua dari Khulafa ar-Rasyidin.

Pada masa-masa sebelumnya, yaitu pada masa nabi dan Abu Bakar Shiddiq kaum Muslimin belum punya kebiasaan menghitung tahun. Namun, mereka sudah biasa menggunakan nama-nama hari, nomor-nomor tanggal dengan Muharam sebagai bulan pertamanya. Sedangkan tahun mereka bisa menggunakan nama, tidak menggunakan nomor atau angka. Mereka memberi nama tahun dengan peristiwa penting yang terjadi pada tahun tersebut. Oleh karena itu, kita mengenal amul huzni, tahun duka cita yaitu ketika nabi mengalami berbagai macam kesedihan. ’Amul fil atau tahun Gajah, yaitu tahun kelahiran nabi, ’amul bi’tsah tahun diutusnya Beliau menjadi nabi dan rasul.

Tahun Islam disebut tahun Qamariyah karena perhitungan penanggalannya didasarkan atas perjalanan bulan, dan beberapa ibadah Islam seperti puasa, ibadah haji, bahkan zakat didasarkan atas perjalanan bulan. Oleh karenanya, kaum Muslimin perlu memasyarakatkan penanggalan Qamariyah, baik dalam surat menyurat atau kegiatan-kegiatan lainnya supaya mereka ingat tanggal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah itu seperti kapan anjuran puasa, haram puasa, dan saat pelaksanaan ibadah haji.

Tahun Islam disebut tahun hijriah karena tahun pertamanya ditetapkan sejak hijrah Rasulullah dan Mekah ke Madinah yang terjadi sekitar tahun 622 M. ’Umar ibn al-Khaththab, khalifah yang menetapkan tahun baru Islam ini dikenal oleh sejarah sebagai orang yang bijaksana dan sangat kreatif dalam menemukan ide-ide baru untuk kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Beliaulah yang berjasa membangun administrasi pemerintah dan pengaturan pembayaran negara pada waktu itu dengan konsep baitul maal. Beliau berjasa meletakkan dasar-dasar dan pengembangan pemikiran ijtihad dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Beliau memilih momen hijrah rasul dari Mekah ke Madinah sebagai momen paling tepat untuk menandai awal penanggalan Islam.

Sebenarnya banyak peristiwa penting dan bersejarah pada zaman Rasulullah, misalnya kelahiran nabi, Isra Miraj, diutusnya nabi, dan proklamasi Kota Mekah. Tetapi peristiwa hijrahlah yang dipilih ’Umar dan disepakati oleh para sahabat waktu itu sebagai awal tahun baru Islam. Berikut beberapa pertimbangan penetapan peristiwa hijrah menjadi tahun pertama Islam.

Pertama, hijrah merupakan saat yang memisahkan antara periode Mekah dan periode Madinah. Periode Mekah ditandai dengan suasana penekanan dan penyiksaan atas umat Islam, sedang periode Madinah ditandai dengan suasana kemenangan dan kesuksesan umat Islam. Di Mekah, umat Islam lebih banyak dipimpin, dan di Madinah mereka telah tampil menjadi pemimpin. Di Mekah, nabi lebih banyak berperan sebagai pendidik dan dai, sedangkan di Madinah, nabi berperan sebagai pemimpin. Pembinaan di Mekah lebih ditekankan kepada pembinaan akidah dan akhlak sedang di Madinah sudah melangkah pada pembinaan syariat.

Kedua, hijrah merupakan ujian terberat bagi umat Islam waktu itu. Betapa tidak, umat Islam yang berasal dan Kota Mekah sangat mencintai kota itu karena mereka lahir dan punya nenek moyang di kota tersebut. Kemudian pada satu saat, atas perintah Allah, mereka harus meninggalkan kota yang mereka cintai itu. Mereka harus berjalan kaki sekitar 500 km tanpa alas kaki, kadang-kadang dihujani lemparan batu, tombak, dan busur panah.

Ketiga, hijrah merupakan saat yang sangat menentukan jalan sejarah kaum Muslimin. Kalau tidak ada hijrah dari Mekah ke Madinah, jalan sejarah Islam tidak akan nampak sebagaimana yang kita lihat sekarang. Dilihat dari segi perjuangan, hijrah merupakan perjuangan yang sangat strategis baik ditinjau dari segi militer, ekonomi, geografis maupun dari segi pribadi-pribadi manusianya pada waktu itu.

Keempat, hijrah merupakan kristalisasi paling ketat dalam memilih pejuang-pejuang teladan. Siapa di antara mereka yang pantas mendapat amanat suci, pemegang estafet perjuangan, pelindung agama Allah serta pendamping rasul kekasih Allah, dan yang pantas mewarisi ridha dan surga Allah.

Kelima, hijrah mengandung aspek keteladanan yang agung bagi setiap orang yang berniat memenangkan sesuatu perjuangan besar menegakkan hak dan kebenaran bahwa Allah akan senantiasa memberikan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang benar-benar ikhlas membela hak dan kebenaran.

Menurut sejarah, sebelum peristiwa hijrah Rasulullah saw. ke Madinah, sebenarnya umat Islam telah melakukan hijrah. Pertama kali hijrah ke Ethiopia dan diikuti oleh sepuluh pria dan lima wanita; dan pada tahun kelima dari kenabian berangkat lagi sekelompok Muslim ke Ethiopia, jumlahnya sebanyak 83 pria dan 18 wanita. Hijrah pertama dan kedua itu tidak disertai oleh Rasulullah, dan hijrah ketiga, menurut sebagian ahli sejarah, adalah keberangkatan Nabi saw. ke Tha’if, yaitu pada tahun 10 dan kenabian.

Apa sebenarnya arti hijrah? Secara bahasa, hijrah berarti pindah. Dalam Islam, hijrah adalah pindah untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, apakah untuk melakukan hijrah badaniyah, pindah secara fisik atau tempat maupun hijrah qalbiyah, pindah hati atau sikap mental. Rasul menyatakan bahwa seorang Muslim ialah orang yang jika orang lain selamat dan ucapan dan perbuatannya, dan dari apa-apa yang dilarang Allah. Alquran menetapkan bahwa hijrah merupakan salah satu tugas dan kewajiban seorang Muslim yang sangat penting.

Pentingnya hijrah digambarkan oleh Alquran dalam surat Albaqarah: 218. Allah menjanjikan kepada mereka yang berhijrah akan mendapatkan rahmat kasih sayang Allah dan maghfirah ampunan-Nya. Dalam surat ke-8: 74, Allah memberikan janji kepada mereka yang melakukan hijrah bahwa mereka akan memperoleh rezeki yang mulia, juga ampunan dari Allah. Kemudian dalam surat ke-9: 22 Allah menjanjikan kepada mereka yang berhijrah, selain rahmat ampunan, juga derajat dan rida Allah serta kebahagiaan di surga dan sejumlah janji-janji Allah yang bertebaran di dalam Alquran al-Karim.

Rasulullah saw. melakukan hijrah besar itu dari Kota Mekah ke Madinah sebab pada saat Kota Mekah gersang dan sulit ditanami akidah tauhid, di tempat lain (Madinah) telah tumbuh perlahan-lahan tapi mantap, bahkan kota itu menjadi pusat pembentukan kader-kader pembangunan tauhid.***

Oleh K.H. MIFTAH FARIDL : Ketua MUI Kota Bandung dan Pembimbing Utama BPU Umrah dan Haji "Safari Suci". - Pikiran Rakyat : 31 Januari 2008