Senin, 31 Maret 2008

Sebuah Pilihan

Syukur Alhambulillah , saya dan saudara-saudara, yang saat ini sedang membaca artikel ini, dapat bocoran-bocoran tentang keadaan Surga dan Neraka dari Allah SWT langsung dalam Firman-Nya melalui Al Qurán Nur Qarim yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang ke-otentikannya dijamin 100 %, juga dari sabda Rasul Muhammad SAW dalam Al Hadits. Keterangan-keterangan tersebut di paparkan dalam kitab-kitab para ulama yang termasyhur diantaranya Kitab Tanbihul Ghafilin – Karya Al-Faqih Abu Laits Samarqandy dan kitab-kitab termasyhur lainnya.

Beberapa Ayat-ayat Al- Qurán dan Hadits sudah dan akan ditampilkan dalam blog ini. Syarat dan ketentuan masuk surga dan menjadi penghuninya sudah jelas tertera dan termaktub dalam keterangan tersebut, tinggal menentukan pilihan , sebelum syakaratul maut sampai ketenggerokan , pintu taubat masih terbuka.

Sungguh sangat disayangkan bila waktu yang hanya sebentar ini disia-siakan. Bayangkan bagaimana bila harus tinggal di Neraka selama-lamanya … - kalaulah dianalogikan seperti bilangan sbb : …. -3, -2, -1 0 , 1, 2, 3 …. , orang yang disiksa di neraka selamanya adalah bergerak dari nol ke angka minus sampai tiada akhir - Naudzubillah, - hari penantian tanpa kesudahan, pintu neraka tertutup rapat. Siksaan di neraka yang paling ringan adalah – apabila batu api neraka diletakan di telapak kaki seseorang maka akan bergolaklah otak manusia itu, itu adalah siksaan yang paling ringan, siksaan lain yang lebih ringan tidak ada.


Kemudian orang-orang yang disiksa dineraka sementara adalah orang yang karena dosanya lebih besar dari amalnya namun masih memiliki Iman terhadap Allah SWT dan tidak Musyrik apalagi Kafir dimulai dari angka negatif (tergantung besar dan kecilnya dosa) dan bergerak kearah Nol dan akhirnya masuk syurga , sebuah penantian yang mengkhawatirkan namun akhir yang menggembirakan. Lalu, orang yang langsung masuk surga dengan menginjak angka satu dan terus 2,3,4 dan terus … 100 ribu , sejuta, … dst. Terus selamanya tinggal dalam kenikmatan Syurga. Allohu Akbar….. Yaa Allah , Yaa Rahman, Ya Rochim, Yaa Maalik, Yaa Qudus, Yaa Sallam Yaa Mu’min , Yaa Muhaimin , Yaa Aziz, Yaa Jabbar, Yaa Muttakabbir … tetapkanlah Imanku ini sehingga tetap Beristiqomah…Aamiin.

Senin, 18 Februari 2008

Keadaan Surga dalam Surat Ath Thuur



Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka; dan Tuhan mereka memelihara mereka dari adzab neraka. (Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan", mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diadzab)". Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.

(QS 52-Ath Thuur Ayat 17-28)

As to the Righteous, they will be in Gardens, and in Happiness,- Enjoying the (Bliss) which their Lord hath bestowed on them, and their Lord shall deliver them from the Penalty of the Fire. (To them will be said:) "Eat and drink ye, with profit and health, because of your (good) deeds." They will recline (with ease) on Thrones (of dignity) arranged in ranks; and We shall join them to Companions, with beautiful big and lustrous eyes. And those who believe and whose families follow them in Faith,- to them shall We join their families: Nor shall We deprive them (of the fruit) of aught of their works: (Yet) is each individual in pledge for his deeds. And We shall bestow on them, of fruit and meat, anything they shall desire. They shall there exchange, one with another, a (loving) cup free of frivolity, free of all taint of ill. Round about them will serve, (devoted) to them, young male servants (handsome) as Pearls well-guarded. They will advance to each other, engaging in mutual enquiry. They will say: "Aforetime, we were not without fear for the sake of our people. "But Allah has been good to us, and has delivered us from the Penalty of the Scorching Wind. "Truly, we did call unto Him from of old: truly it is He, the Beneficent, the Merciful!"

(QS 52-Ath Thuur ayah 17-28)

Rabu, 06 Februari 2008

Percakapan antara Penghuni Surga dan Neraka

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan."

Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (adzab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul". Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat." Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A`raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga:" Salaamun `alaikum". Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang dzalim itu". Dan orang-orang yang di atas A`raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu". (Orang-orang di atas A`raaf bertanya kepada penghuni neraka): "Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?" (Kepada orang mukmin itu dikatakan): "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.


Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizekikan Allah kepadamu". Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka". Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.

(QS: 7 - Al A’Raaf Ayat 42 – 51)

Keadaan di Surga dalam Surat Al Waaqia’h

Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata,
seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya, dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan, (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.

(QS 56 : Al Waaqiaah ayat 10 - 40 )

Kamis, 31 Januari 2008

Tahun Hijriah

KAMIS ini (31/1) bertepatan dengan 22 Muharam 1429 H. Ya, kita sudah 22 hari berada di bulan Muharam. Tanggal 1 Muharam merupakan Tahun Baru Islam yang biasa disebut tahun Hijriah atau Qamariyah. Penetapan tahun Islam ini dilakukan pada zaman pemerintahan ’Umar ibn al-Khaththab, khalifah kedua dari Khulafa ar-Rasyidin.

Pada masa-masa sebelumnya, yaitu pada masa nabi dan Abu Bakar Shiddiq kaum Muslimin belum punya kebiasaan menghitung tahun. Namun, mereka sudah biasa menggunakan nama-nama hari, nomor-nomor tanggal dengan Muharam sebagai bulan pertamanya. Sedangkan tahun mereka bisa menggunakan nama, tidak menggunakan nomor atau angka. Mereka memberi nama tahun dengan peristiwa penting yang terjadi pada tahun tersebut. Oleh karena itu, kita mengenal amul huzni, tahun duka cita yaitu ketika nabi mengalami berbagai macam kesedihan. ’Amul fil atau tahun Gajah, yaitu tahun kelahiran nabi, ’amul bi’tsah tahun diutusnya Beliau menjadi nabi dan rasul.

Tahun Islam disebut tahun Qamariyah karena perhitungan penanggalannya didasarkan atas perjalanan bulan, dan beberapa ibadah Islam seperti puasa, ibadah haji, bahkan zakat didasarkan atas perjalanan bulan. Oleh karenanya, kaum Muslimin perlu memasyarakatkan penanggalan Qamariyah, baik dalam surat menyurat atau kegiatan-kegiatan lainnya supaya mereka ingat tanggal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah itu seperti kapan anjuran puasa, haram puasa, dan saat pelaksanaan ibadah haji.

Tahun Islam disebut tahun hijriah karena tahun pertamanya ditetapkan sejak hijrah Rasulullah dan Mekah ke Madinah yang terjadi sekitar tahun 622 M. ’Umar ibn al-Khaththab, khalifah yang menetapkan tahun baru Islam ini dikenal oleh sejarah sebagai orang yang bijaksana dan sangat kreatif dalam menemukan ide-ide baru untuk kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Beliaulah yang berjasa membangun administrasi pemerintah dan pengaturan pembayaran negara pada waktu itu dengan konsep baitul maal. Beliau berjasa meletakkan dasar-dasar dan pengembangan pemikiran ijtihad dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Beliau memilih momen hijrah rasul dari Mekah ke Madinah sebagai momen paling tepat untuk menandai awal penanggalan Islam.

Sebenarnya banyak peristiwa penting dan bersejarah pada zaman Rasulullah, misalnya kelahiran nabi, Isra Miraj, diutusnya nabi, dan proklamasi Kota Mekah. Tetapi peristiwa hijrahlah yang dipilih ’Umar dan disepakati oleh para sahabat waktu itu sebagai awal tahun baru Islam. Berikut beberapa pertimbangan penetapan peristiwa hijrah menjadi tahun pertama Islam.

Pertama, hijrah merupakan saat yang memisahkan antara periode Mekah dan periode Madinah. Periode Mekah ditandai dengan suasana penekanan dan penyiksaan atas umat Islam, sedang periode Madinah ditandai dengan suasana kemenangan dan kesuksesan umat Islam. Di Mekah, umat Islam lebih banyak dipimpin, dan di Madinah mereka telah tampil menjadi pemimpin. Di Mekah, nabi lebih banyak berperan sebagai pendidik dan dai, sedangkan di Madinah, nabi berperan sebagai pemimpin. Pembinaan di Mekah lebih ditekankan kepada pembinaan akidah dan akhlak sedang di Madinah sudah melangkah pada pembinaan syariat.

Kedua, hijrah merupakan ujian terberat bagi umat Islam waktu itu. Betapa tidak, umat Islam yang berasal dan Kota Mekah sangat mencintai kota itu karena mereka lahir dan punya nenek moyang di kota tersebut. Kemudian pada satu saat, atas perintah Allah, mereka harus meninggalkan kota yang mereka cintai itu. Mereka harus berjalan kaki sekitar 500 km tanpa alas kaki, kadang-kadang dihujani lemparan batu, tombak, dan busur panah.

Ketiga, hijrah merupakan saat yang sangat menentukan jalan sejarah kaum Muslimin. Kalau tidak ada hijrah dari Mekah ke Madinah, jalan sejarah Islam tidak akan nampak sebagaimana yang kita lihat sekarang. Dilihat dari segi perjuangan, hijrah merupakan perjuangan yang sangat strategis baik ditinjau dari segi militer, ekonomi, geografis maupun dari segi pribadi-pribadi manusianya pada waktu itu.

Keempat, hijrah merupakan kristalisasi paling ketat dalam memilih pejuang-pejuang teladan. Siapa di antara mereka yang pantas mendapat amanat suci, pemegang estafet perjuangan, pelindung agama Allah serta pendamping rasul kekasih Allah, dan yang pantas mewarisi ridha dan surga Allah.

Kelima, hijrah mengandung aspek keteladanan yang agung bagi setiap orang yang berniat memenangkan sesuatu perjuangan besar menegakkan hak dan kebenaran bahwa Allah akan senantiasa memberikan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang benar-benar ikhlas membela hak dan kebenaran.

Menurut sejarah, sebelum peristiwa hijrah Rasulullah saw. ke Madinah, sebenarnya umat Islam telah melakukan hijrah. Pertama kali hijrah ke Ethiopia dan diikuti oleh sepuluh pria dan lima wanita; dan pada tahun kelima dari kenabian berangkat lagi sekelompok Muslim ke Ethiopia, jumlahnya sebanyak 83 pria dan 18 wanita. Hijrah pertama dan kedua itu tidak disertai oleh Rasulullah, dan hijrah ketiga, menurut sebagian ahli sejarah, adalah keberangkatan Nabi saw. ke Tha’if, yaitu pada tahun 10 dan kenabian.

Apa sebenarnya arti hijrah? Secara bahasa, hijrah berarti pindah. Dalam Islam, hijrah adalah pindah untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, apakah untuk melakukan hijrah badaniyah, pindah secara fisik atau tempat maupun hijrah qalbiyah, pindah hati atau sikap mental. Rasul menyatakan bahwa seorang Muslim ialah orang yang jika orang lain selamat dan ucapan dan perbuatannya, dan dari apa-apa yang dilarang Allah. Alquran menetapkan bahwa hijrah merupakan salah satu tugas dan kewajiban seorang Muslim yang sangat penting.

Pentingnya hijrah digambarkan oleh Alquran dalam surat Albaqarah: 218. Allah menjanjikan kepada mereka yang berhijrah akan mendapatkan rahmat kasih sayang Allah dan maghfirah ampunan-Nya. Dalam surat ke-8: 74, Allah memberikan janji kepada mereka yang melakukan hijrah bahwa mereka akan memperoleh rezeki yang mulia, juga ampunan dari Allah. Kemudian dalam surat ke-9: 22 Allah menjanjikan kepada mereka yang berhijrah, selain rahmat ampunan, juga derajat dan rida Allah serta kebahagiaan di surga dan sejumlah janji-janji Allah yang bertebaran di dalam Alquran al-Karim.

Rasulullah saw. melakukan hijrah besar itu dari Kota Mekah ke Madinah sebab pada saat Kota Mekah gersang dan sulit ditanami akidah tauhid, di tempat lain (Madinah) telah tumbuh perlahan-lahan tapi mantap, bahkan kota itu menjadi pusat pembentukan kader-kader pembangunan tauhid.***

Oleh K.H. MIFTAH FARIDL : Ketua MUI Kota Bandung dan Pembimbing Utama BPU Umrah dan Haji "Safari Suci". - Pikiran Rakyat : 31 Januari 2008

Minggu, 27 Januari 2008

Biarkan Masa Depan Datang Sendiri

Biarkan hari esok itu datang dengan sendirinya. Jangan pernah menanyakan kabar beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan petaknya. Sebab, hari ini Anda sudah sangat sibuk.

Jika Anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang berani menebus kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit didalamnya dengan bersedih pada hari ini. Karena itu, hindarilah angan-angan yang berlebihan.


Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. (QS:An-Nahl:1)


Jangan Pernah mendaului Sesuatu yang belum terjadi ! Apakah Anda mau mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dilahirkan, atau memetik buah-buahan sebelm masak ? Hari Esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba , belum berwujud , dan tidak memiliki rasa dan warna.

Jika demikian, , mengapa kita harus menyibukan diri dengan hari esok, mecemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya, memikirkan kejadan-kejadian yang akan menimpanya, dan meramalkan bencana-bencana yang bakal ada didalamnya ? Bukankan kita juga tidak tahu apakah kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari esok kita itu akan berwujud kesenangan atau kesedihan ?


Yang jelas, hari esok ada dalam alam gaib dan belum turun ke bumi. Maka, tidak sepantasnya kita menyebrangi sebuah jembatan sebelum sampai di atasnya. Sebab , siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jembatan itu. Bisa jadi kita akan terhenti jalan kita sebelum sampai ke jembatan itu, atau mungkin pula jembatan itu hanyut terbawa arus terlebih dahulku sebelum kita sampai diatasnya. Dan bisa jadi pula , kita akan sampai pada jembatan itu da kemudian menyeberanginya.

Dalam Syariat , memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka-buka alam ghaib, dan kemudian terhanyut didalam kecemasan-kecemasan yang bari diduga dirinya, adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya , hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh). Secara nalar, tindakan itu pun tak masuk akal, karena sama halnya dengan berusaha perang melawan bayang-bayang. Namun , ironis kebanyakan manusia di dunia ini justru banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan tentang kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit dan krisis ekonomi yang kabarnya akan menimpa mereka. Padahal, semua itu hanyalah bagian dari kurikulum yang diajarkan di ”sekolah-sekolah setan”.

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia.) (QS-Al-Baqarah:268).

Mereka yang menangis sedih menatap masa depan adalah menyangka diri mereka akan hidup kelaparan, menderita sakit selama setahun , dan memperkiraka umur dunia ini tinggal seratus tahun lagi. Padahal, orang yang sadar bahwa usia hidupnya berada di ’genggaman yang lain’ tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu yang tidak ada. Dan orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar bila justru menyibukan diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud. (La Tahzan)

Sebaik-Baik Teman adalah Buku

Di antara sebab kebahagiaan adalah meluangkan waktu untuk mengkaji, menyempatkan diri untuk membaca, dan mengembangkan kekuatan otak dengan hikmah-hikmah.


Al-Jahijz menasehatkan untuk senantiasa membaca dan mengkaji agar anda bisa mengusir kesedihan. Katanya,”Buku adalah teman duduk yang tidak akan memujimu dengan berlebihan, sahabat yang tidak akan menipumu, dan teman yang tidak akan membuatmu bosan. Dia adalah teman yang sangat toleran yang tidak akan mengusirmu. Dia adalah tetangga yang tidak akan menyakitimu. Dia adalah teman yang tidak akan memaksamu mengeluarkan apa yang Anda miliki. Dia tidak akan memperlakukanmu dengan tipu daya, tidak akan menipumu dengan kemunafikan, dan tidak akan membuat kebohongan.”

Buku adalah sesuatu yang akan senantiasa taat baik di siang hari maupun di malam hari. Dia akan akan ikut saja baik dalam perjalanan maupun ketika berada di rumah. Dia tidak pernah mengantuk, dan tidak akan terkena kelahan malam. Dia adalah guru yang jika anda membutuhkannya, maka ia tidak akan merasa malu. Dan jika Anda meniggalkannya untuk ganti materi, maka dia tidak akan memutuskan faedahnya. Walaupun ada angin yang menyerang Anda, maka dia tidak akan berpaling. Kesendirian Anda tidak akan membahayakan selama Anda terus bersamanya, dan tidak akan memaksa Anda untuk duduk bersama orang-orang yang jelek perangainya. Meskipun tidak ada keutamaan yang bisa Anda ambil, namun ia sudah menghalangi niat Anda untuk duduk di depan pintu rumah, dan melihat orang-orang yang lalu-lalang di depan rumah. Sebab hal tersebut; melanggar hak-hak orang lain, menzalimi diri kita dengan cara melihat orang lain secara berlebihan, ada keterlibatan diri kita dalam sesuatu yang tidak berguna, ada pembauran dengan orang-orang yang tidak berguna, ada kesempatan untuk mendengarkan langsung ucapan-ucapan mereka yang kotor, yang tidak bernilai, yang rendah budinya dan yang tidak cerdas.


Semua ini akan menghindarkan Anda dari segala kemungkinan buruk, dan mengharapkan pada manfaat yang besar. Anda berhasil mendapatkan pokok sekaligus cabangnya. Seandainya yang anda dapatkan darinya tidak lebih dari kegiatan yang menghalangi niat Anda dari keinginan yang murahan, dari keinginan untuk bersenang-senang saja, dan dari main-main yang tidak berarti, maka itu sudah merupakan nikmat yang besar dan karunia yang agung.



Kita sadar bahwa buku adalah pilihan terbaik bagi orang-orang yang kosong untuk menghabiskan waktu siangnya, dan bagi orang-orang yang suka bersenang-senang untuk menghabiskan malam-malam mereka. Buku adalah sesuatu yang tanpa mereka sadari; memberikan dorongan untuk mencoba, menggunakan nalarnya, membentuk kepribadiannya, menjaga kehormatan mereka, meluruskan agama mereka, dan mengembangkan harta mereka. (La Tahzan)

Jumat, 18 Januari 2008

Imam al-Bukhary

Muhammad Ibnu Abi Hatim berkata, “Saya terilham/menghafal hadits ketika masih dalam asuhan belajar.” Lalu saya bertanya, “Umur berapakah anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang.” (Riwayat al-Farbari dari Muhammad Ibnu Abi Hatim, seorang juru tulis al-Imam al-Bukhari). Suatu ketika al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran beliau didengar oleh para ahlul hadits negeri itu. Maka, berkumpullah mereka untuk menguji kehebatan hafalan beliau tentang hadits. Syahdan para ulama tersebut sengaja mengumpulkan seratus buah hadits. Susunan, urutan dan letak matan serta sanad seratus hadits tersebut sengaja dibolak-balik. Matan dari sebuah sanad diletakkan untuk sanad lain, sementara suatu sanad dari sebuah matan diletakkan untuk matan lain dan begitulah seterusnya. Seratus buah hadits itu dibagikan kepada sepuluh orang tim penguji, hingga masing-masing mendapat bagian sepuluh buah hadits. Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan. Ketika suasana majlis telah menjadi tenang, salah seorang dari kesepuluh tim penguji mulai memberikan ujiannya. Beliau membacakan sebuah hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya kepada al-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau, al Imam al-Bukhari menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya satu persatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, dan al-Imam al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Beberapa ulama yang hadir saling berpandangan seraya bergumam, “Orang ini berarti faham.” Akan tetapi ada di kalangan mereka yang tidak mengerti, hingga menyimpulkan bahwa al-Imam al-Bukhari terbatas pengetahuannya dan lemah hafalannya. Orang kedua maju. Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telah dibolak-balik sanad dan matannya, yang kemudian dijawab pula, “Saya tidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang kedua ini pun membacakan sepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya dijawab beliau, “Saya tidak kenal hadist itu.” Begitulah selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampai orang kesepuluh, semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukhari memberikan jawaban tidak lebih daripada kata-kata, “Saya tidak kenal hadits itu.” Setelah semuanya selesai menguji, beliau kemudian menghadap orang pertama seraya berkata, “Hadits yang pertama anda katakan begini, padahal yang benar adalah begini, lalu hadits anda yang kedua anda katakan begini padahal yang benar seperti ini. Begitulah seterusnya hingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan letak sanad serta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga semua sanad dan matannya menjadi benar kedudukannya. Demikian pula seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada para penguji berikutnya hingga sampai kepada penguji kesepuluh. Maka, orang-orang pun lantas mengakui serta menyatakan kehebatan hafalan serta kelebihan beliau. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Yang hebat bukanlah kemampuan al-Bukhari dalam mengembalikan kedudukan hadits-hadits yang salah, sebab beliau memang hafal, tetapi yang hebat justru hafalnya beliau terhadap kesalahan yang dilakukan oleh para penguji tersebut secara berurutan satu persatu hanya dengan sekali mendengar.”


Siapakah al-Imam al-Bukhari

Beliau adalah Abu Abdillah, bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ja’fi. Kakek moyang Bardizbah (begitulah cara pengucapannya menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani) adalah orang asli Persia. Bardizbah, menurut penduduk Bukhara berarti petani. Sedangkan kakek buyutnya, al-Mughirah bin Bardizbah, masuk Islaam di tangan al-Yaman al-Ja’fi ketika beliau datang di Bukhara. Selanjutnya nama al-Mughirah dinisbatkan (disandarkan) kepada al-Ja’fi sebagai tanda wala’ kepadanya, yakni dalam rangka mempraktekkan pendapat yang mengatakan, bahwa seseorang yang masuk Islam, maka wala’nya kepada orang yang mengislamkannya. Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Kami tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar beritanya.” Sedangkan tentang ayahnya, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah menyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin Ibrahim wafat ketika Muhammad (al-Bukhari) masih kecil.

Kelahiran Dan Wafatnya

Dilahirkan di Bukhara, sesudah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal 194 H. Beliau dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti yang diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari) ketika beliau menjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku barang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yang sybhat.” Al-Bukhari wafat di Khartank sebuah desa di negeri Samarkhand, malam Sabtu sesudah shalat Isya’, bertepatan dengan malam Iedul fitri, tahun 256 H dan dikuburkan pada hari Iedul Fitri sesudah shalat Zhuhur. Beliau wafat dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah.

Pertumbuhan Dan Perkembangannya

Ketika ayahnya wafat, beliau masih kecil, sehingga beliau besar dan dibesarkan dalam asuhan ibunya. Beliau mencari ilmu ketika masih kecil dan pernah menceritakan tentang dirinya seperti disebutkan oleh al-Farbari dari Muhammad bin Abi Hatim. Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Aku pernah mendengar al-Bukhari mengatakan, “Aku diilhami untuk menghafal hadits ketika masih dalam asuhan mencari ilmu.” Lalu aku bertanya, “Berapa umur anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang… dan seterusnya hingga perkataan beliau, “Ketika aku menginjak umur enam belas tahun, aku telah hafal kitab-kitab karya Ibnul Mubarak dan Wakil. Dan aku pun tahu pernyataan mereka tentang Ash-hab (Ahlu) ra’yu”. Beliau berkata lagi, “Kemudian aku berangkat haji bersama ibuku dan saudaraku, setelah menginjak usia delapan belas tahun, aku telah menyusun kitab tentang sahabat dan tabi’in. Kemudian menyusun kitab tarikh di Madinah di samping kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika malam terang bulan.” Beliau melanjutkan perkataannya, “Dan setiap kali ada nama dalam at-Tarikh tersebut, pasti aku mempunyai kisah tersendiri tentangnya, tetapi aku tidak menyukai jika kitabku terlalu panjang.” Semenjak kecil beliau sibuk menggali ilmu dan mendengarkan hadits dari berbagai negeri, seperti di negerinya sendiri. Dan beliau telah beberapa kali mengunjungi Baghdad, hingga penduduk di sana mengakui kelebihannya dan penguasaannya terhadap ilmu riwayah dan dirayah. Begitulah, singkatnya beliau telah mengunjungi berbagai kota di Irak dalam rangka mencari ilmu hadits dari tokoh-tokoh negeri tersebut, misalnya Bashrah, Balkh, Kufah dan lain-lain. Beliau telah mendengarkan dan menggali hadits dari sejumlah banyak tokoh pembawa hadits. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim, bahwasanya beliau berkata, “Aku tidak pernah menulis melainkan dari orang-orang yang mengatakan bahwa al-Iman adalah ucapan dan tindakan.”

Jumlah Hadits Yang Dihafal

Muhammad bin Hamdawaih mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata, bahwa aku hafal seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu hadits tidak shahih.”

Kitab-Kitab Yang Disusun

Yang paling pokok adalah kitab al-Jamiush shahih (Shahihul Bukhari) yaitu kitab hadits tershahih diantara kitab hadits lainnya. Selain itu beliau menyusun juga ktiab al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah (Nama-nama para shahabat) dan lain sebagainya

Contoh Kekaguman Orang Terhadap Al-Bukhari

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib. Berikut ini beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.” Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.” Abu Abdullah al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”

Shahihul Jami’ Atau Shahih Bukhari

Seluruh hadits yang termuat di dalamnya adalah hadits-hadits shahih yang telah tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan semua Mu’allaqaat dalam Shahih al-Bukhari dinyatakan shahih oleh para ulama Ahlul hadits. Adapun contoh pernyataan ulama tentang Shahih al-Bukhari seperti dikatakan al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidaayah wan Nihaayah, “Para ulama telah bersepakat menerimanya (yakni Shahihul Bukhari) dan menerima keshahihan apa-apa yang ada di dalamnya, demikian pula seluruh ahlul Islam.” Jadi di samping Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari adalah kitab tershahih nomor dua setelah al-Qur’an sebagaimana disebutkan dan disepakati oleh para ulama, di antaranya oleh as-Subakti.

Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara

Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.” Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku, pen). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara. Demikianlah sekelumit tentang Imam Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.” (lihat Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491). Wallahu a’lam. (SUMBER: Majalah as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413ww H/Desember 1992 M, diterjemahkan dan disusun oleh Ahmas Faiz dengan sedikit perubahan)

Sumber : http://www.alsofwah.or.id - Tokoh Islam

Kamis, 17 Januari 2008

Al-Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah

Beliau adalah Imam, ‘Allamah, Muhaqqiq, Hafizh, Ushuli, Faqih, Ahli Nahwu, berotak cemerlang, bertinta emas dan banyak karyanya; Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak (QAYYIM) bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.

Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya

Bukanlah hal yang aneh jikalau Ibnul Qayyim tumbuh menjadi seorang yang dalam dan luas pengetahuan serta wawasannya, sebab beliau dibentuk pada zaman ketika ilmu sedang jaya dan para ulama pun masih hidup. Sesungguhnya beliau telah mendengar hadits dari asy-Syihab an-Nablisiy, al-Qadli Taqiyuddin bin Sulaiman, Abu Bakr bin Abdid Da’im, Isa al-Muth’im, Isma’il bin Maktum dan lain-lain. Beliau belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur. Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy. Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf. Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H. Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima. Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara. Sebagai hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta. Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah. Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam. Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap USHULUDDIN mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai HADITS, makna hadits, pemahaman serta ISTINBATH-ISTINBATH rumitnya, sulit ditemukan tandingannya. Begitu pula, pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu SULUK dan ilmu KALAM-nya Ahli tasawwuf, isyarat-isyarat mereka serta detail-detail mereka. Beliau memang amat menguasai terhadap berbagai bidang ilmu ini. Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah. Oleh karena itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih). Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat. Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak berdo’a.

Sasarannya

Sesungguhnya Hadaf (sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam, ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus). Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim. Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di tengah kaum Mu’minin. Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaum pendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl:44). Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).

Murid-Muridnya

Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.

Aqidah Dan Manhajnya

Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum filosof. Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya –baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.” Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama. Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6). Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid. Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur. Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya. Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang berargumentasi. Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi. Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).

Ujian Yang Dihadapi

Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya. Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat. Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk. Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.

Sirah (Riwayat Hidup)

Dan Pujian Ulama Terhadap Beliau Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya. Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.” Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah tetap tidak bergeming.” Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’” Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.” (Dan masih banyak lagi pujian ulama terhadap Ibnul Qayyim yang termuat dalam naskah asli berbahasa Arab, yang terjemahannya kini ada di hadapan pembaca, namun dalam hal pujian ulama terhadap beliau ini hanya diterjemahkan secukupnya saja, pent).

Tsaqafahnya

Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir. Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.

Karya-Karyanya

Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.

Beberapa Karya Besar Beliau

1. Tahdzib Sunan Abi Daud, 2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, 3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban, 4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan, 5. Bada I’ul Fawa’id, 6. Amtsalul Qur’an, 7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan, 8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil, 9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an, 10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris, 11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain, 12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in, 13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’ 14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz, 15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad, 16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’ 17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,. 18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah, 19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah, 20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul, 21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah, 22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin, 23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi, 24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud, 25. Miftah daris Sa’adah, 26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah, 27. Raf’ul Yadain fish Shalah, 28. Nikahul Muharram, 29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah, 30. Fadl-lul Ilmi, 31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin, 32. al-Kaba’ir, 33. Hukmu Tarikis Shalah, 34. Al-Kalimut Thayyib, 35. Al-Fathul Muqaddas, 36. At-Tuhfatul Makkiyyah, 37. Syarhul Asma il Husna, 38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah, 39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim, 40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi, 41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya

Asy-Syaikh al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub az-Zar’i yang terkenal dengan julukan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 13 Rajab tahun 751 Hijriyah pada saat adzan ‘Isya’. Beliau dishalatkan keesokan harinya sesudah shalat Zhuhur di Masjid Jami’ Besar Dimasyq (al-Jami’ al-Umawi), kemudian dishalatkan pula di masjid Jami’ al-Jirah. Beliau dikuburkan di sebelah kuburan ibunya di tanah pekuburan al-Babus Shaghir. Kuburannya dikenal hingga hari ini. Jenazahnya banyak dihadiri orang. Disaksikan oleh para Qadhi dan orang-orang shalih dari kalangan tertentu maupun awam. Orang-orang berjubel saling berebut memikul kerandanya. Saat wafat, beliau rahimahullah berumur genap enam puluh tahun. Semoga Allah senantiasa memberikan keluasan rahmat-Nya kepada beliau.

Maraji’ (Rujukan)

1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir, 2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth, 3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d, 4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani, 5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad, 6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, 7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali, 8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi, 9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi, 10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi, 11. An-Nujum Az-Zahirah karya Ibn Ta’zi Bardiy. Diterjemahkan dari: Majalah al-Mujahid no. 12 Th. I, Rabi’uts Tsani 1410 H. Hal 30-33, tulisan Hudzaifah Muhammad al-Missri Catatan: Pada sub judul: Pujian Ulama, dan wafatnya; tidak diterjemahkan semua. Diterjemahkan oleh Ahmaz Faiz Asifuddin. (Sumber: Majalah as-Sunnah, 06/I/1414-1993 dengan sedikit perubahan)

sumber - http://www.alsofwah.or.id/

Nama-Nama Surga

Nama-Nama Surga ada 12 sbb :

1. Al-Jannah (Surga)
2. Darussalam (Negeri Penuh Kesejahteraan)
3. Darul Khuldi (Negeri Abadi)
4. Darul Muqomah (Tempat Kediaman)
5. Jannatul Ma'Wa (Surga Tempat Tinggal)
6. Surga Aden
7. Darul Hayawan (Negeri yang Sesungguhnya)
8. Surga Firdaus
9. Jannatun Naím (Surga Kenikmatan)
10. AL-Maqam-Al-Amin (Tempat yang Aman).
11. Maqád Sidq (Tempat yang disenangi)
12. Qadam Sidq (Pijakan yang disenangi)

(12 Nama-nama Surga : Karya Ibnu Qayyim Al - Jauziyyah. )

Jumat, 11 Januari 2008

Doa Seorang Suami



Suatu Pagi seorang suami yang merasakan kecapaian dalam hidupnya memanjatkan doa kepada Allah : “Ya Allah kasihanilah aku. Aku bekerja membanting tulang , sementara istriku tinggal dirumah. Saya akan persembahkan apapun , asalkan Kau kabulkan satu permohonanku : “Tukarkanlah aku menjadu istriku”. Ia enak-enakan di rumah, dan aku ingin memberinya pelajaran betapa beratnya kehidupan seorang laki-laki.”

Tuhan mendengarkan doá tersebut dan mengabulkannya. Esoknya , mulailah ”perempuan baru”tersebut menjalankan kehidupannya. Ia bangun di pagi buta, menyiapkan sarapan, membangunkan anak-anak untuk sekolah, menyiapkan bekal suaminya, memasukkan cucian kotor ke mesin cuci, menyiapkan masakan hari ini, mengantarkan anak-anak. Sepulang dari sekolah anaknya mampir ke pom bensin, mengambil uang, membayar rekening listrik dan telpon, mengambil cucian suaminya di pelayanan laundry, dan cepat-sepat ke pasar untuk belanja.

Dengan cepat hari mencapai pukul 13:00 tengah hari. Ia membereskan tempat tidur , mengambil cucian tadi pagi dan menjemurnya, dan memasukan sisanya ke mesin cuci, menyapu dan mengepel rumah, menanak nasi, kemudian segera berangkat menjemput anak-anak dari sekolah , yang disambut oleh anak-anaknya dengan berisitegang.

Sesampai dirumah ia segera menyiapkan makan malam anak-anaknya. Dengan tergopoh-gopoh meniriskan kembali cuciannya yang sebenarnya telah kering, karena ternyata hari hujan selama ditinggal ke sekolah. Sore hari ia membantu anak-anak mengerjakan PR. Ia sempat-sempatkan mengintip-intip acara teve sambil tangannya menyetrika. Setelah itu ia menyiapkan makan malam keluarga, memandikan anak-anak , dan mengantarnya tidur.

Pukul 21:00 malam, ia dengan badan begitu lelah pergi tidur. Sudah tentu, masih ada tugas lain lagi, yang entah bagaimana caranya ia laksanakan dengan baik, sebelum benar-benar menikmati tidurnya.

Esok paginya ia berdoa sekali lagi kepada Allah : ”Ya Allah, apa yang kubayangkan saat aku meminta Mu mengabulkan permohonanku, tak sanggup kutanggungkan lagi. Aku MenghibaMu, Ya, Allah, kembalikan aku menjadi diriku, kumohon, Ya Allah.”

Allah kembali mendengarkan doánya. Ia berkata : ”Wahai, hambaKu, aku akan mengembalikan keadaanmu semula. Tapi, ada hal kecil yang sedikit mengganggu, kau harus menunggu 9 bulan. Ingat, perbuatanmu sendiri telah membuatmu hamil sejak kemarin.” - (Mengasah Hati – Penutur Zaim Saidi)

Kamis, 10 Januari 2008

Renungan Tahun Baru 1429 H


Selamat Datang 1 Muharam 1429 H




Waktu senantiasa bergulir dan terkadang kita tidak menyadarinya, "tiba-tiba saja tahun sudah berganti. Alangkah bijaknya bila kita bisa mengatur dan menggunakan waktu sebaik mungkin seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam Musnadnya dari Ibn Abbas:


اغتنم خمسا قبل خمس حياتك قبل موتك، وصحتك قبل سقمك،
وفراغك قبل شغلك، وشبابك قبل
هرمك وغناك قبل فقرك



Rebutlah lima perkara sebelum [datang] lima perkara: Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu, masa mudamu sebelum masa tuamu dan masa kayamu sebelum faqirmu. (Hadis Riwayat Imam Ahmad didalam Musnadnya dari Ibn Abbas)


Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda, ''Orang yang cerdas adalah orang yang pandai menghisab dirinya di dunia dan beramal untuk kehidupan setelah mati sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya suka berharap kepada Allah tanpa melakukan apa-apa.'' (Hadis Riwayat Tirmidzi).



''Hisablah diri kamu sekalian sebelum dihisab oleh Allah. Dan berhias dirilah (dengan amal) untuk menghadapi ujian terbesar. Sesungguhnya, penghisaban di hari kiamat itu hanya akan terasa ringan bagi orang yang terbiasa menghisab dirinya di dunia.'' ( Umar al Khattab)


Adalah saatnya sekarang untuk mengadakan introspeksi diri sejauh mana kita melangkah-Lakukanlah penghisaban atas amal-amal yang telah kita lakukan sebelum sakaratul maut sampai pada kerongkongan dan pintu taubat sudah tertutup, hari ini adalah hari kita maka berbuatlah sebaik mungkin karena esok adalah hari yang masih gaib dan kita belum tentu sampai hari esok. Selamat datang wahai sang waktu yang senantiasa memberi kesempatan kepada kita untuk beramal.

Sabtu, 05 Januari 2008

Surga




Dari Abu Hurairah katanya : Kami bertanya : Ya Rasul , Sorga Itu diciptakan dari apa ? Jawab Beliu : Dari Air, lalu, jelaskan tentang bangunannya pada kami, kata beliau : ”Dinding pertama emas, kedua perak dan lantainya kasturi sangat harum , dasarnya zafaran, kerikilnya mutiara dan yakut, barangsiapa memasukinya langsung lega hatinya dan kekal tanpa batas pati (mati), pakaiannya tidak mengenal lapuk dan wajahnya tidak mengalami perubahan ”. (Al – Hadits).

Kemudian sabda Beliau pula : ada tiga doá yang sulit ditolak , yaitu 1.Pemimpin yang adil 2. Orang yang selesai berpuasa 3. Orang yang dianiyaya, maka ketiga doá tersebut diangkat awan (sampai ke Tuhan. Lalu diteliti dan Firmannya : ”Demi Kemenangan dan Keagunganku , Sungguh Aku Penolongmu (pasti membelamu) sekalipun (kamu harus) menunggu saatnya”. (Al-Hadits).

Nabi SAW bersabda : ”Di Sorga tertanam pohon besar (luasnya diperkirakan) 100 tahun perjalanan yang ditempuh kendaraan, naungan pohon tersebut belum juga putus, hendaklah kalian membaca : ”Wadhillin Mamduudin” artinya : ”Naungan yang berkesinambungan panjangnya”. - (Kitab Tanbihul Ghafilin – Karya Al-Faqih Abu Laits Samarqandy – Bab VI – Tentang Sifat dan Penghuni Sorga.)

Surga oh... Surga




يا عباد لا خوف عليكم اليوم ولا أنتم تحزنون
الذين آمنوا بآياتنا وكانوا مسلمين
ادخلوا الجنة أنتم وأزواجكم تحبرون
يطاف عليهم بصحاف من ذهب وأكواب وفيها ما تشتهيه الأنفس وتلذ الأعين وأنتم فيها خالدون
وتلك الجنة التي أورثتموها بما كنتم تعملون
لكم فيها فاكهة كثيرة منها تأكلون

"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. - (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. - Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan." - Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya." - Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. - Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan. (Quran Surat Az Zukhruf - 43: ayat 68 – 73

Tentang Hidup setelah Kematian




وإذ قال إبراهيم رب أرني كيف تحيي الموتى قال أولم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبي قال فخذ أربعة من الطير فصرهن إليك ثم اجعل على كل جبل منهن جزءا ثم ادعهن يأتينك سعيا واعلم أن الله عزيز حكيم

Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS:2-Al Baqarah:260)

Jumat, 04 Januari 2008

Dunia Hanyalah Main-Main



وما هذه الحياة الدنيا إلا لهو ولعب وإن الدار الآخرة لهي الحيوان لو كانوا يعلمون

Artinya : Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.(QS : 29 – Al Ankabut : 64)



وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون

Artinya : Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?(QS: 6 - Al An Am : 32)